Judul buku: Looking for Alaska
Jumlah halaman: 288 halaman
Penulis: John Green
Penerjemah: Sekar Wulandari
Tahun terbit: 17 Juli 2014
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN13: 9786020307329
Suatu hari, Miles
Halter mengambil keputusan besar untuk hidupnya: meninggalkan Florida demi
sebuah SMA berasrama yang “bagus” di Alabama, Culver Creek. Itu adalah sebuah
sekolah superdisiplin yang disesaki anak-anak berkemampuan akademik di atas
rata-rata. Tidak diragukan jika anak-anak itu hampir selalu terkagum-kagum
dengan segala bentuk kejahilan,
kecuali Miles tentu saja. Setidaknya di awal hari-harinya di Culver Creek, dia
terobsesi dengan Kemungkinan Besar yang
mungkin akan dia temui di tempat asing yang baru itu, sebesar obsesi uniknya
terhadap kata-kata terakhir orang-orang terkenal sebelum mereka meninggal.
Sebelum datang ke sini, untuk waktu yang lama, saya berpikir bahwa cara keluar dari labirin adalah dengan berpura-pura labirin itu tidak ada, membangun dunia kecil yang mandiri di sudut belakang jaringan simpang-siur itu dan berpura-pura bahwa saya tidak tersesat melainkan berada di rumah. Tapi itu hanya membawa saya pada kehidupan yang sepi, hanya ditemani kata-kata terakhir orang-orang yang sudah mati, jadi saya datang ke sini untuk mencari Kemungkinan Besar, mencari teman-teman sungguhan dan kehidupan yang lebih berarti (halaman 275).
Di
Culver Creek, Miles mendapatkan teman sekamar yang superjahil bernama Chip
Martin yang menjuluki dirinya sendiri dengan Kolonel. Cowok Pendek itulah
yang menjuluki Miles dengan Pudge,
mempertemukannya dengan Alaska yang mengubah hidupnya, juga menjadi yang secara
tidak langsung mengenalkannya pada rokok dan minuman keras. Kolonel kemudian
menjadi pempimpin dalam aksi-aksi jahil yang melibatkan Miles, Alaska, dan
Takumi—meskipun tentu saja, Alaska selalu menjadi pencetus gagasan jahil paling
brilian.
Miles
“Pudge” Halter berayun di tengah belantara Culver Creek dalam ketidakterdugaan tentang
Kemungkinan Besar, yang dengan mentalitas kemudaan-nya, berusaha dia
pecahkan dengan terbata. Jatuh cinta kepada Alaska Young adalah salah satu Kemungkinan Besar yang mengguncangnya
dengan hebat. Hingga dia tidak yakin, masihkah dia berayun di antara
pertanyaan-pertanyaannya, ataukah dia hanya tengah berjalan di dalam kenyataan
dengan goyah. Hal itu terjadi, tepat sesaat setelah Alaska Young menghilang,
dan tidak pernah ditemukan.
Setelah
The
Fault In Our Stars, karya-karya John Green—baik pendahulu The
Fault In Our Stars, maupun buku-buku yang lahir setelahnya—satu demi
satu akan mendapat perhatian lebih. Looking For Alaska adalah buku yang
mungkin akan melahirkan gelitikan rasa
nakal yang sukar ditahan dalam
diri penggemar buku-buku bergenre young
adult. Rasa tidak sabar ingin membandingkannya dengan The Fault In Our Stars yang
fenomenal—meskipun sebenarnya buku ini telah lebih dulu terbit dari TFiOS. Secara
umum, Looking For Alaska adalah kisah tentang remaja yang beranjak
menuju pendewasaan fase awal, dengan segala polemik khasnya. Pencarian
makna-makna mendasar tentang kehidupan, penemuan nilai-nilai humanis dengan
cara-cara yang emosional (khas remaja), dan pembentukan prinsip-prinsip
fundamental untuk mendesain peta masa depan mereka.
Kisah-kisah
semacam ini hampir selalu mengemukakan kenakalan-kenakalan remaja, kisah cinta,
hal-hal tentang perasahabatan, dan masalah-masalah khas sekolah. Hal ini juga
akan kita temukan tanpa kesulitan dalam Looking For Alaska. Tapi semua itu
menjadi berbeda jika cerita itu
dikemukakan lewat kepiawaian seorang John Green. Kecerdasan Green dalam
menjalin cerita dan menuturkannya dengan tidak
biasa adalah hal yang tidak selalu dipilih penulis buku-buku bergenre sama.
Saya menyebutnya teknik-menjejalkan-hal-hal-filosofis-tanpa-membuat-remaja-yang-malas-belajar-muntah-karena-serangan-kebencian-tidak-tertahankan.
Hal ini telah menjadi sentuhan khas Green
yang akan selalu saya kenali bahkan ketika membaca salah satu ceritanya tanpa
mengetahui nama penulisnya.
Selain
gaya penulisan Green, hal menarik dan menyenangkan lain dari Looking
For Alaska adalah karakter tokoh-tokohnya yang terasa sangat hidup, dan
mudah disukai. Sesuatu yang biasanya sulit dirasakan untuk anak-anak muda yang
senang membuat masalah. Dalam banyak hal, Miles, Chip, Alaska, dan Takumi,
adalah remaja yang sangat familier. Mereka terasa seperti teman sekelas yang
berbagi camilan atau buku paket sekolah denganmu, seperti cowok dari kelas
sebelah yang reputasinya dalam hal-hal baik dan buruk sekaligus sering
kaudengar setiap kali kau berjalan menuju kantin sekolah atau ruang guru, atau
terasa seperti cewek pintar yang digilai banyak cowok dan dibenci banyak cewek
tapi anehnya mereka menyukainya juga meski dengan diam-diam. Tapi yang pasti,
jika kau pembaca buku-buku bergenre young
adult yang segar, cerdas dan sedikit
tidak biasa, Looking For Alaska adalah
buku yang wajib masuk daftar buruanmu. [RAY]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar